Pemerintah Nilai RUU Penjaminan Terlalu Luas
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menilai RUU tentang Penjaminan yang merupakan RUU Usul Inisiatif DPR RI lebih luas dibandingkan dengan tujuan filosofinya. Berdasarkan tujuan filosofisnya, RUU ini dimaksudkan secara khusus untuk memberikan solusi akan keterbatasan UMKMK dalam mengakses sumber pembiayaan melalui lembaga penjaminan.
“Pemerintah menyambut baik inisiatif DPR yang telah menyusun RUU tentang Penjaminan, berdasarkan filosofis pembentukan RUU Penjaminan sebagaimana dinyatakan dalam naskah akademis dan bagian pendahuluan pada penjelasan RUU Penjaminan, RUU ini dimaksudkan secara khusus untuk memberikan solusi akan keterbatasan UMKMK dalam mengakses sumber pembiayaan melalui lembaga penjaminan,” kata Bambang saat Rapat Kerja dengan Badan Legislasi DPR yang dipimpin Ketua Baleg Sareh Wiyono di Gedung DPR, Jakarta, Senin (28/9/2015)
Menurutnya, secara umum RUU Penjaminan memuat materi mengenai pelaku dan kegiatan usaha penjaminan terutama dalam memberikan landasan hukum yang memadai bagi pelaku usaha di bidang penjaminan sehingga diharapkan dapat memperluas akses pembiayaan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada industri penjaminan.
Namun demikian, terang Bambang, terdapat beberpa hal yang perlu kiranya mendapat perhatian lebih lanjut. “Pertama, kami melihat ruang lingkup atas RUU Penjaminan lebih luas dibandingkan dengan tujuan filosofinya. Hal ini tercermin dalam Pasal 4 ayat (2) yang memberikan ruang kepada lembaga penjaminan untuk melakukan usaha tidak hanya terkait pada sektor UMKMK namun juga berkenaan dengan usaha penjaminan lainnya yang tunduk pada regulasi tertentu yang telah ada, antara lain penjaminan Resi Gudang, Polis Asuransi, Cukai, serta infrastruktur,” jelasnya.
Oleh karena itu, tambah Bambang, pemerintah memandang bahwa ruang lingkup RUU ini mengatur mengenai pelaku dan kegiatan sektor usaha jasa penjaminan dalam rangka perolehan kredit atau pembiayaan dalam rangka mendukung dunia usaha khususnya bagi pengembangan UMKM dan tidak mencakup kegiatan usaha yang telah diatur dalam regulasi tertentu yang telah ada dan mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda dengan tujuan dan maksud pada RUU tentang Penjaminan ini.
Kedua, perlu kiranya dibahas bersama tentang beberapa pengaturan teknis pelaksanaan kegiatan usaha penjaminan yang mungkin sifatnya dapat diatur lebih lanjut dalam level peraturan pelaksanaan dan bukan dalam batang tubuh RUU ini.
Ketiga, pemerintah berpendapat perlu kiranya ditambahkan pengaturan dan/atau penyesuaian mengenai beberapa hal seperti penguatan aspek tata kelola dan penyesuaian besaran sanksi atas pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan sehingga terdapat kesetaraan pengaturan antara RUU Penjaminan ini dengan UU Jasa Industri Keuangan lainnya.
Selanjutnya, dalam kesempatan tersebut, ia menginformasikan bahwa pemerintah telah menyampaikan DIM atas RUU Penjaminan yang terdiri dari 512 DIM, yang meliputi usulan perubahan substansi maupun penyempurnaan redaksional untuk dapat dibahas bersama DPR,” terang Bambang.
“Adapun Jadwal pembahasan RUU Penjaminan kami serahkan kepada anggota dewan, namun kiranya dapat dipertimbangkan saat ini sedang berlangsung juga pembahasan atas beberapa RUU sehingga diharapkan pembahasan RUU Penjaminan ini dapat berlangsung efektif,” tegasnya. (sc)/foto:andri/parle/iw.